Kedudukan Wali Muhakkam Dalam Perkawinan Menurut Pandangan Ulama Aceh

Martini, 5022020003 (2022) Kedudukan Wali Muhakkam Dalam Perkawinan Menurut Pandangan Ulama Aceh. Masters thesis, INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA.

[img] Text
MARTINI.5022020003.PASCAHKI.2022.pdf

Download (5MB)

Abstract

Penelitian ini didasari oleh adanya fenomena perkawinan sirri di Aceh, khususnya terhadap perkawinan sirri dengan menggunakan wali muhakkam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pandangan ulama Aceh terhadap kedudukan wali muhakkam dalam perkawinan di Aceh serta analisis terhadap pandangan tersebut. Penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research) dengan bentuk penelitian Yuridis Empiris dengan menggunakan metode kualitatif, Data primer penelitian ini berupa data yang diperoleh dari data lapangan dalam bentuk pandangan ulama Aceh terhadap kedudukan wali muhakkam dalam perkawinan yang diperoleh melalui wawancara dan dokumentasi. lalu sekunder yang terdiri dari hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini, meliputi buku-buku, karya ilmiah dan sumber lainnya. Tulisan ini menggunakan pendekatan Socio-legal dan dianalisis secara deskriptif-kualitatif. Penelitian ini menyimpulkan beberapa hal: Pertama, Islam perkawinan membolehkan penggunakan wali muhakkam dalam perkawinan apabila terpenuhi syarat-syarat didalamnya yaitu wanita calon istri tidak mempunyai wali nasab atau wala’ atau ghaib dua marhalah atau lebih, Muhakkam itu seorang mujtahid baik ditempat itu ada hakim atau tidak, Muhakkam itu orang adil, jika ditempat itu tidak ada hakim dan Muhakkam itu ahli Syahadah (memenuhi syarat-syarat saksi). Kedua, ulama di Aceh memiliki pendapat yang beragam terkait persoalan wali muhakkam ini, ada yang berpendapat persoalan wali muhakkam ini masih relevan untuk diberlakukan saat ini, ulama yang berpendapat demikian adalah Lem Faisal, Muhibbuththabary, dan Damanhuri Basyir. Dan Sebagian berpendapat bahwa ketentuan tersebut sudah tidak relevan lagi ulama yang berpendapat demikian adalah Abu Paya Pasi, Warul Walidin, Faisal dan Mawardi Djuned. Ketiga, Peneliti menyimpulkan bahwa karena peran pemerintah sebagai hakim telah melarang menikah dengan wali muhakkam, mestinya tidak ada perbedaan pendapat lagi karena ketentuan penguasa itu berfungsi menghilangkan ikhtilaf. Ada kaidah fikih yang berbunyi: hukmu al-hakimi ilzamun wa yarfa’u al-khilaf (keputusan pemerintah itu mengikat untuk dilaksanakan dan menghilangkan perbedaaan pendapat), Dilihat dari sudut pandang hukum positif maka perkawinan dengan menggunakan wali muhakkam dipandang cacat dimata hukum positif dan menimbulkan ketidakpastian hukum karena hukum positif tidak lagi digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang.

Item Type: Thesis (Masters)
Additional Information: Pembimbing I :Dr. Zulkarnain, MA Pembimbing II:Dr. Muhammad Nasir, MA
Uncontrolled Keywords: Perkawinan, Wali Muhakkam, Ulama Aceh, Kepastian Hukum
Subjects: Hukum Islam > Munakahat
Divisions: Pasca. Hukum Keluarga Islam
Depositing User: mrs Editor Pustaka
Date Deposited: 30 May 2023 09:00
Last Modified: 30 May 2023 09:00
URI: http://digilib.iainlangsa.ac.id/id/eprint/3496

Actions (login required)

View Item View Item