KEDUDUKAN HAKIM PEREMPUAN DITINJAU MENURUT HUKUM ISLAM (STUDI KOMPARASI PENDAPAT MAZHAB SYAFI'I DAN HANAFI)

RAHMAD DUSTUR, 521100378 (2015) KEDUDUKAN HAKIM PEREMPUAN DITINJAU MENURUT HUKUM ISLAM (STUDI KOMPARASI PENDAPAT MAZHAB SYAFI'I DAN HANAFI). Skripsi thesis, IAIN ZAWIYAH COTKALA LANGSA.

[img]
Preview
Text
READY.pdf

Download (626Kb) | Preview

Abstract

Hakim merupakan salah satu profesi yang sangat mulia, karena harus menyelesaikan gugatan sengketa dan konflik yang terjadi diantara manusia sesuai dengan hukum yang berlaku, sehingga syarat-syarat dan uji kelayakan untuk menjadi hakim harus ditegakan, dalam wacana ini syarat-syarat kekuasaan kebakiman,islam dan kekuasaan kehakiman yang ada di Indonesia ada sedikit signifikasi perbedaan, yaitu masalah keabsahan perempuan menjadi hakim, akan tetapi di dalam syarat islam yang berbentuk dalam imam-imam mazhab juga menemui kontroversi. Kedudukan perempuan dalam Islam dalam perkembangan Islam sebenarnya sudah mengalami pencerahan, hanya saja jika kemudian terjadi polemik para ulama dalam kapasitas perempuan sebagai hakim, tidak lepas dari setting sosial para ulama yang memandangnya saat itu. Kondisi sosial, budaya, dan struktur masyarakat tertentu diduga kuat mempunyai adil cukup besar terhadap pemikiran ulama dalam memandang kedudukan perempuan sebagai Hakim. Disamping itu persoalan peradilan masih dianggap sesuatu yang riskan jika harus diserahkan pada perempuan. Itulah sebabnya para ulama fiqh telah melakukan usaha maksimal untuk membuat kualifikasi formal bagi seorang hakim. Terlepas dari kutipan salah seorang ulama di atas tentang keabsahan seorang hakim perempuan, penulis merasa sangat perlu memaparkan lebih jauh bagaimana polemik dan komentar serta argumentasi yang digunakan para ulama lain tentang keabsahan hakim perempuan. Rumusan Masalah dalam kajian ini adalah bagaimana pendapat imam Syafi’I dan Imam Hanafi tentang hakim perempuan dan Bagaimana komparasi pendapat Imam Syafi’i dan Hanafi tentang hakim perempuan dipengadilan Imam Hanifah berpendapat, boleh perempuan menjabat sebagai hakim dalam masalah keperdataan, karena diqiyas dengan bolehnya kesaksian perempuan dalam masalah tersebut dan ia tidak mensyaratkan hakim harus laki-laki Sedangkan menurut Imam Syafi’i berpendapat tidak boleh perempuan menjabat secara mutlak, karena syarat-syarat sahnya kekuasaan kehakiman harus laki-laki, berdasarkan surat An-Nissa: 34 dan hadis yang diriwayat oleh Abu Bakrah. metodelogi penelitian pembahasan yang akan dibahas, begitu juga halnya dalam penulisan skripsi ini penulis mengunakan jenis penelitian Library Reseach (penelitian perpustakaan) dan pendekatan. Dimana penulisan akan membahas dengan cara menyusun, mengkhalifikasikan dan menganalisa terhadap hakim perempuan di pengadilan Agama di tinjau dari pendapat ulama. Hasil penelitian ini adalah Imam Syafi’i tidak membolehkan perempuan menjabat sebagai hakim secara mutlak baik dalam masalah pperdata maupun pidana, berdasarka surat Anissa ayat:34 dan hadis yang diriwat oleh Abu Bakrah sedangkan Imam Hanafi berpendat membolehkan perempuan menjabat sebagai hakim dalam masalah perdata begitu juga dalam kesaksiaanya, pendapat Imam Hanafi berdasarkan qiyas, bahwa wanita boleh menjadi hakim dalam berbagai pekara, terutama pekara-pekara yang harus wanita bisa menjadi saksi.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: HUKUM ISLAM
Uncontrolled Keywords: HAKIM PEREMPUAN
Subjects: Hukum Islam > Wanita Dalam Islam
Divisions: Fak. Syariah > Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah (Hukum Keluarga Islam)
Depositing User: mrs Editor Pustaka
Date Deposited: 29 Jan 2019 03:36
Last Modified: 29 Jan 2019 03:36
URI: http://digilib.iainlangsa.ac.id/id/eprint/847

Actions (login required)

View Item View Item